Isnin, 27 Mei 2013

Status Kepemilikan, Keanggotaan dan Pekerja


Dari sistem dan model koperasi produsen dan produksi yang dibuat, bila ditinjau
dari status kepemilikan alat produksi dan kemampuan/keahlian anggota sangat berbeda. Demikian pula bila ditinjau dari status keanggotaan dan kegiatan proses produksi. Secara rinci dari masing-masing model penjelasannya sebagai berikut.

1.1       Kepemilikan dan Kemampuan Anggota
1.      Pada model koperasi produsen, koperasi beranggotakan orang-orang/para usahawan sebagai penghasil barang. Kegiatan proses produksi pada rumah tangga/usaha anggota. peralatan produksi milik amggota (produsen). Pekerja pada rumah-tangga/usaha anggota adalah anggota itu sendiri bersama keluarga dan/atau sanak famili dan/atau masyarakat sekitar yang digaji/diupah harian maupun borongan. Para usahawan (anggota) sadar, tujuan bergabung adalah untuk meningkatkan kemampuan berproduksi, skala ekonomi usaha dan daya saing. Keahlian, ketelitian dan kecermatan yang dimiliki pekerja pada usaha anggota, sangat menentukan kekuatan produk bersaing di pasar.
2.      Pada model koperasi produksi, koperasi beranggotakan orang-orang yang memiliki keahlian tertentu. Anggota melakukan kegiatan produksi pada perusahaan koperasi dengan peralatan milik anggota (dibeli secara bersama-sama dan/atau dibeli koperasi). Anggota sadar, tujuan bergabung dalam koperasi adalah untuk meningkatkan kemampuan berproduksi, skala ekonomi usaha dan daya saing. Keahlian yang dimiliki anggota, bila diikuti dengan ketelitian dan kecermatan bekerja, sangat menentukan kekuatan produk bersaing di pasar.

1.2       Status dan kegiatan Proses Produksi
1.      Bila ditinjau dari status keanggotaan, pada koperasi produsen, anggota sebagai produsen dan pada koperasi produksi anggota sebagai pekerja perusahaan koperasi dengan peralatan/mesin milik anggota. pada koperasi produsen bekerja belum tentu anggota koperasi.
2.      Bila ditinjau dari kegiatan proses produksi. Pada koperasi produsen kegiatan usaha anggota dinyatakan sebagai stasiun kerja atau unit kerja atau departemen dalam sistem koperasi produsen. Pada koperasi produksi, kegiatan anggota adalah sebagai pekerja pada stasiun kerja atau unit kerja atau departemen pada koperasi produksi.
            Dari pengertian status dan kegiatan tersebut dirumuskan promosi anggota dan prinsip identitas ganda koperasi produsen dan produksi.
2.     Promosi Anggota
            Menurut Hanel (1992: 27), “kegiatan perusahaan koperasi bertugas menunjang kepentingan anggota/kelompok koperasi dalam perbaikan ekonomi rumah tangga dan/atau usaha anggota (peningkatan pendapatan). Bila ditafsirkan kedalam pengertian keutamaan anggota, yaitu kegiatan perusahaan kooperasi yang mendahulukan kepentingan anggota. Kegiatan perusahaan koperasi seperti itu disebut promosi anggota. Promosi anggota pada koperasi produsen dan produksi, bertujuan sama yaitu meningkatkan pendapatan anggota, tetapi pendapatan berbeda.
1.      Pada koperasi produsen
·         Meningkatkan pendapatan anggota melalui peningkatan pelayanan koperasi.
·         Peningkatan pendidikan anggota terutama mengenai manajemen usaha.
·         Meningkatkan mutu produk melalui pelatihan pada pekerja yang dikelola koperasi.
·         Mendirikan laboratorium untuk untuk melakukan penelitian dalam upaya untuk meningkatkan daya guna produk anggota.
·         Perusahaan koperasi tidak mencari surplus (laba) yang sebanyak-banyaknya.

2.      Pada koperasi produksi
·         Meningkatkan gaji pekerja (anggota) melalui efisiensi yang bermoral dan efektifitas perusahaan koperasi.
·         Peningkatan keterampilan pekerja mengerjakan produk melalui pelatihan yang diselenggarakan koperasi sehingga diperoleh mutu yang tinggi.
·         Meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarga melalui layanan kesehatan dan dana pendidikan anak-anak.
·         Perusahaan meningkat surplus (laba) sebanyak mungkin dengan efisiensi dan efktifitas bermoral.

3.     Prinsip Identitas Ganda
            Berdasarkan model Organisasi Koperasi Sebagai Sistem Sosio-Produsen dan Produksi, dirumuskan prinsip-prinsip identitas anggota. rumusan prinsip identitas anggota ini sangat penting, karena perilaku organisasi koperasi produsen dan produksi muncul dari prinsip ini.
            Identitas anggota koperasi menurut Hanel (1992: 31, 39, 58-59), adalah sebagai pemilik dan pengguna (owners and users), disebut juga identitas ganda (dual identity). Prinsip identitas ganda inilah dasar pembeda organisasi koperasi dengan organisasi-organisasi lain. Prinsip ini pulalah yang membentuk budaya berkoperasi bagi anggota (cooperative corporate culture).
            Pengertian identitas ganda anggota sebagai pemilik perlu ditafsirkan bila tetap menggunakan “owners” demikian pula anggota sebagai pengguna bial tetap menggunakan “user”. Ini disebabkan status dan kegiatan anggota.
            Pengertian identitas ganda sebagai pemilik pada koperasi produsen dan produksi diartikan sebagai pemilik pada koperasi produsen dan produksi diartikan sebagai keharusan/kewajiban anggota mengetahui, memahami, dan melaksanakan hak, tanggung jawab dan kewajiban terhadap koperasi. Bila anggota telah mengetahui, melaksanakn hak, tanggung jawab dan kewajiban, maka anggota tersebut telah memiliki identitas (ciri) yang disebut sebagai pemilik (owners). Pengertian sebagai pengguna dibahas pada masing-masing koperasi, mengingat status anggota dan tempat kegiatan proses produksinya berbeda.
3.1              Koperasi Produsen
Prinsip identitas ganda sebagai pengguna pada koperasi produsen perlu ditafsirkan karena:
a.       Koperasi produsen dipandang sebagai system manufaktur, maka anggota (sub-sistem) dapat bertindak sebagai pemasok terhadap perusahaan koperasi (partisipasi anggota terhadap koperasi) dan/atau usaha anggota lain, sebaliknya dapat pula sebagai pelanggan dari perusahaan koperasi (partisipasi anggota terhadap koperasi) atau anggota yang lain dalam sistem.
b.      Koperasi dimodali anggota.
c.       Setiap anggota pemasok selalu menjaga kriteria produk (mutu) permintaan anggota, sedangkan anggota lain sebagai pelanggan selalu memperhitungkan mutu produk pemasok sebalum memakai (artinya menerapkan manajemen mutu terpadu).
d.      Anggota bertindak sebagai pemasok dan/atau pelanggan dalam sistem (sistem koperasi) baik antar anggota maupun dengan perusahaan koperasi. Anggota menjadi pelanggan perusahaan koperasi dan pada sisi lain anggota dapat pula bertindak sebagai pemasok produk setengah jadi anggota lain.
e.       Perusahaan koperasi dapat pula menjadi pelanggan dan pemasok anggota, atau dengan kata lain anggota bertindak sebagai pemasok terhadap perusahaan koperasi, kemudian perusahaan koperasi menjualkan produk anggota ke pasar dalam melaksanakan pelayanan terhadap anggota (promosi anggota) di sisi lain perusahaan koperasi dapat pula sebagai pemasok bahan baku dalam melaksanakan pelayanan terhadap anggta (promosi anggota). Pelanggan sekaligus bertindak sebagai pemasok dalam system sebagaimana yang dikemukakan di atas, Juran (1995: 9, 59-60, 112-114) menyebutkan pelanggan dalam (internal) system. Juran mengatakan bahwa pelanggan seperti demikian, harus menyadari sekali bahwa mereka adalah pelanggan dalam sistem. Jadi pada koperasi anggota harus paham bahwa pengertian “pelanggan dalam system” tidak tidak sama dengan pengertian “pelanggan berbelanja”. Juran menyebut pelanggan berbelanja itu pelanggan internal.
Berdasarkan bahasan di atas maka prinsip identitas  ganda koperasi produsen, anggota sebagai pemilik dan pelanggan dalam sistem koperasi produsen.
3.2              Koperasi Produksi
Prinsip identitas anggota pada koperasi produksi sebagai pengguna, berbeda dengan koperasi produsen, karena:
a.       Anggota bekerja pada perusahaan koperasi.
b.      Koperasi dimodali anggota.
c.       Peralatan dan mesin milik anggota, karena dibeli secara bersama (oleh koperasi) atau dibawa dari rumah masing-masing (partisipasi anggota terhadap koperasi), ditempatkan pada perusahaan koperasi, dipelihara secara bersama-sama.
d.      Proses produksi pada perusahaan koperasi. Anggota adalah sebagai pekerja yang setia dan tidak pindah-pindah atau keluar masuk sesuka hati.
e.       Anggota adalah pekerja (buruh) yang mengoperasikan mesin/peralatan secara langsung), mandor ataupun manajer.
f.       Anggota (pekerja) digaji oleh perusahaan sendiri, berdasarkan hasil kerja bersama. Bila mereka tidak bekerja/keluar/berhenti, sama artinya sebuah mesin/peralatan tidak beroperasi/rusak, atau bekerja dengan tidak baik artinya mutu produk akan rendah. Maju mundur koperasi terletak ditangan mereka semua.

Koperasi produksi adlah pabrik, stasiun kerja tempat anggota bekerja adalah pemasok-pemasok dan juga sebagai pelanggan yang berada dalam satu sistem pabrik.stasiun kerja sebagai pemasok dan juga pelanggan tidak hanya dengan satu stasiun kerja tetapi dapat antar stasiun kerja lain. Karena koperasi sebagai system, maka setiap pemasok selalu menjaga kriteria produk (mutu) permintaan stasiunn kerja lain sedangkan pelanggan selalu memperhatikan mutu produk pemasok sebelum mamakai (artinya menerapkan manajemen mutu terpadu). Stasiun kerja bertindak sebagai pelanggan dalam system (yaitu sistem koperasi) baik antar stasiun kerja maupun dengan pergudangan koperasi (bahan baku dan/atau barang jadi siap dipasarkan).
Berdasarkan pembahasan di atas, anggota adalah komponen utama dalam melaksanakan/menjalankan kegiatan perusahaan koperasi dan bukan hanya sebagai buruh, sebagaimana perusahaan pada umumnya. Jelas pada koperasi produksi anggota itu adalah “asset perusahaan” koperasi.
Jadi pada koperasi produksi prinsip identitas ganda, anggota sebagai pemilik dan pekerja sekaligus asset perusahaan koperasi dalam sistem koperasi produksi. Konsep identitas ganda ini memberikan pengertian baru tentang keanggotaan dan asset koperasi, demikian pula tentang pemberian imbala kerja (popular disebut gaji).
Dari bahasan identitas ganda koperasi produsen dan produksi jelas memperlihatkan perbedaan. Beda itu terletak pada pelanggan dalam, pekerja dan asset perusahaan. Prinsip identitas ganda koperasi produsen dan koperasi produksi inilah yang membedakan dengan koperasi lain. Prinsip ini pulalah yang membentuk budaya berkoperasi, koperasi produsen dan produksi.

4.     Model Partisipasi dan Pelayanan
            Pada koperasi pengertian partisipasi adalah perasn serta anggota terhadap kegiatan yang diselenggarakan koperasi sedangkan pelayanan adalah segala usaha/kegiatan yang dilakukan koperasi malayani kebutuhan/keperluan anggota.
            Layanan koperasi terhadap anggota ditunjukkan dengan peran aktif perusahaan koperasi menyediakan semua bentuk layanan yang ditetapkan pada rapat anggota. pada koperasi produsen layanan itu diantaranya adalah:
a.       Pasokan anggota yang harus dipenuhi dalam bentuk jumlah, jenis dan mutu yang disalurkan perusaahaan koperasi dan/atau
b.      Menerima produk anggota untuk dipasarkan melalui perusahaan koperasi.

Pada koperasi produksi layanan itu diantaranya:
a.       Gaji yang layak dan
b.      Pendidikan keterampilan guna meningkatkan kemampuan anggota membuat produk.
Kegiatan tersebut adalah bentuk nyata pelayanan perusahaan koperasi terhadap anggota.
Kontribusi anggota pada koperasi adalah semua bentuk kontribusi yang disepakati pada rapat anggota, diantaranya modal (uang dan/atau fisik), simpanan wajib dan sukarela, pikiran, menyalurkan kebutuhan dan produk melalui perusahaan koperasi, bekerja penuh kesadaran dan semangat tinggi. Pada koperasi produsen pengertian yang lebih spesifik dari kontribusi anggota pada perusahaan koperasi adalah mengikuti kegiatan yang diselenggarakan koperasi, terlihat dan ditunjukkan dengan peran serta aktif anggota menyerap pasokan bahan baku dari perusahaan koperasi dan/atau menyalurkan produk ke pasar melalui perusahaan koperasi. Pada koperasi produksi berupa kegiatan menghasilkan produk dalam bentuk jumlah dan mutu yang baik, dan selalu meningkatkan keterampilan membuat produk yang lebih baik melalui pengalaman maupun dalam bentuk kesiapan mengikuti pendidikan pelatihan keterampilan.
Dari pengertian tersebut kontribusi adalah bentuk nyata dari partisipasi anggota sebagai rasa memiliki akan koperasi terhadap pelayanan yang disediakan koperasi dalam kegiatan produksi, atau bentuk nyata partisipasi anggota sebagai pengguna layanan yang disediakan koperasi dalam kegiatan produksi. Dengan kata lain koperasi melayani anggota, anggota berpartisipasi.
Pelayanan yang disediakan koperasi terdiri dari berbagai bentuk (jumlah dan jenis) layanan, sedangkan kontribusi anggota terdiri dari berbagai bentuk (jumlah dan jenis) keikutsertaan. Dengan demikian pelayanan adalah kumpulan/himpunan unsur peran serta anggota. Layanan koperasi yang digunakan anggota dan kontribusi anggota pada kegiatan koperasi, merupakan kegiatan yang menyatu atau timbale balik dalam bentuk item yang sama (tumpang tindih) dengan sudut pandang yang berbeda.
Kegiatan pelayanan dan partisipasi dapat dinyatakan dalam konsep himpunan dan digambarkan dengan diagram Venn. Himpunan itu adalah himpunan pelayanan L dengan unsur-unsurnya adalah layanan dan himpunan partisipasi P dengan unsur-unsurnya adalah kontribusi. Pada koperasi produsen layanan itu adalah hasil kesepakatan anggota dengan koperasi diantaranya penyediaan bahan baku dan/atau memasarkan produk, pendidikan/latihan. Kontribusi diantaranya adalah kesepakatan anggota bahwa pengadaan bahan baku melalui koperasi dan/atau menyalurkan produk hasil usaha dipasarkan melaliu koperasi dan/atau mengikuti pendidikan/pelatihan yang diselenggarkan koperasi dan lain-lain. Pada koperasi produksi layanan itu adalah kesepakatan anggota dengan koperasi diantaranya peningkatan keterampilan gaji. Kontribusi adalah bekerja dengan baik, terutama dalam hal jumlah dan mutu produk yang dihasilkan.
Layanan dan partisipai bila dinyatakan dalam notasi himpunan adalah sebagai berikut:
Himpunan Pelayanan L = { x : x layanan koperasi akan item } dan
Himpunan Pelayanan P = { x : x kontribusi anggota akan item }

          

                                       
            Semakin luas daerah irisan, berarti semakin baik layan koperasi. Mem “promosi” kan kegiatan/usaha anggota atau makin besar partisipasi angggota menggunakan layanan koperasi. Bila ingin diketahui:
1.      Hubungan himpunan L dengan P dapat digunakann model analisis korelasi Kanonik,
2.      Komponen utama yang mempengaruhi dapat digunakan Analisa Komponen Utama atau
3.      Analisis jalur dapat pula digunakan untuk mencari hubungan antara L dengan P.

5.     Model Kesejahteraan Anggota
          Kesejahteraan sangat ditentukan oleh surplus. Surplus adalah penerimaan yang diperoleh koperasi dikurangi biaya – biaya produksi dana pengembangan usaha, baiaya organisasi dan dana-dana lain yang ditetapkan pada rapat anggota.
            Kesejahteraan yang didapat anggota karena menjadi anggota koperasi ternyata sulit dinyatakan secara kongkrit, apalagi dinyatakan dengan angka. Untuk mengatasi, kesejahteraan ditampilkan dalam bentuk pendapatan/penghasilan. Pendapatan/penghasilanlah yang diformulasikan sebagai fungsi factor-faktor produksi atau sebagai fungsi efisiensi usaha. Untuk menjelaskan hubungan pendapatan dengan factor-faktor produksi, laba, gaji, dan SHU dikemukakan dengan model matematis.
            Model matematis disusun bertujuan untuk menjelaskna hubungan konsep pelanggan dalam (internal)  dan luar (eksternal) konsep pekerja dan aset perusahaan, prinsip identitas ganda dengan pendapatan anggota. Konsep kontribusi anggota diterjemahkan ke dalam bentuk efisiensi internal dan eksternal. Konsep kontribusi anggota diterjemahkan ke dalam daya serap bahan baku (jumlah, jenis dan mutu) anggota terhadap pengadaan oleh perusahaan koperasi dan/atau daya pasok produk (jumlah, jenis, dan mutu) oleh anggota terhadap perusahaan koperasi, selanjutnya dipasarkan melalui koperasi (koperasi produsen). Konsep pekerja dan asset perusahaan koperasi diterjemahkan ke dalam gaji dalam bentuk biaya tetap, yang ditetapkan dalam rapat anggota atau rapat anggota khusus (koperasi produksi).
            Efisiensi internal dan eksternal sangat menentukan besarnya laba usaha anggota dan SHU (pada koperasi produsen). Efisiensi luar dan efisiensi bermoral dalam perusahaan sangat menentukan gaji anggota dan SHU (pada koperasi produksi). Dari kerangka piker tersebut dimodelkan secara matematis pendapatan (kesejahteraan) anggota.

5.1       Koperasi Produsen
            Pada koperasi produsen, pendapatan (kesejahteraan) anggota diperoleh dalam dua bentuk yaitu laba dan SHU. Peningkatan laba terjadi akibat:
a.       Promosi anggota dalam bentuk efisiensi dalam dan luar sistem koperasi yang diciptakan koperasi karena anggota bergabung dalam koperasi.
b.      Peningkatan skala ekonomi dan daya saing karena bergabung dalam satu wadah koperasi.
c.       Efisiensi usaha yang bermoral dilakukan anggota karena bimbingan koperasi.
d.      Efisiensi dalam memperoleh pendidikan/peningkatan keterampilan dan manfaat berorganisasi/berusaha akibat pelayanan koperasi. Peningkatan SHU terjadi karena meingkatnya kontribusi anggota dalam penyalurnan produk dan/atau pengadaan bahan baku melalui kegiatan berkoperasi.

Bila peningkatan laba/keuntungan (L) dinyatakan dalam bentuk fungsi, akibat dari
efisiensi dalam sistem koperasi (Ed), efisiensi luar koperasi (El) dan efisiensi usaha yang dilakukan anggota (Eu), maka bentuk model matematis hubungan tersebut adalah L = (Ed, El, Eu). Ed dan El adalah peran koperasi dan Eu adalah kemampuan anggota mengelola usaha.
            SHU (S) yang diperoleh anggota adalah selisih pelayanan perusahaan koperasi terhadap kontribusi anggota yaitu pengadaan bahan baku (jumlah, jenis dan mutu) dan produk (jumlah, jenis dan mutu) (k) yang disalurkan melalui perusahaan  koperasi terhadap biaya-biaya operasional (c) pada koperasi. Bila dirumuskan dalam bentuk model matematis S = f (k, c). Penerimaan anggota (P) dalam satu periode menjadi anggota koperasi P = f (L, S).

5.2       Koperasi Produksi
            Pendapatan yang diperoleh anggota (pekerja) koperasi diproduksi karena berkoperasi terdiri dari dua bentuk yaitu gaji dan SHU. Gaji dan SHU kedua-duanya milik anggota (pekerja). Gaji anggota (pekerja) sebagaimana pada perusahaan pada umumnya masuk dalam biaya produksi dan besar gaji yang diterima anggota ditetapkan dengan melibatkan anggota (pekerja) atau berdasarkan kontribusi. Kontribusi (K) anggota ditunjukkan oleh hasil pekerjaa yaitu dalam bentuk mutu (m), jumlah (jj) dan jenis (n) produk, maka K = f (m, jp, n). Peningkatan mutu (m) akan berpengaruh terhadap harga jual (h) dan jumlah yang terjual (jj) sehingga diperoleh hubungan harga (h) dengan mutu (m) dan harga dengan jumlah jp maka H = f (m, jp). Jumlah yang terjual (jj) dipengaruhi oleh harga jual (h) dan mutu (m) maka diperoleh hubungan Jl = f (m, h). jumlah yang terjual akan mempengaruhi penerimaan koperasi dan surplus. Jadi surplus (Sp) fungsi dan jumlah produk yang terjual, bila dinyatakan dalam bentuk fungsi Sp = f (Jl). Jadi Sp = f(K). SHU (S) dinyatakan oleh surplus, maka S = (Sp).
            Konsekuensi dari gaji pekerja (anggota) masuk biaya produksi akan menghasilkan menginginkan kesejahteraan per bula yang tinggi, berarti gaji (G) yang besar, maka SHU akan kecil di akhir tahun atau bila SHU (S) yang besar di akhir tahun gaji akan kecil. Jadi perolehan gaji (G) fungsi dari SHU (s) atau SHU (S) fungsi dari gaji (g) dengan asumsi bahwa biaya di luar gaji adalah “given”. Bila kedua pernyataan tersebut dinyatakan dalam model sistematis maka S = f (g) dan G = f (S).
            Penerimaan anggota (P) dalam satu periode menjadi anggota koperasi P = f (G, S).



6.     Model Manfaat Koperasi bagi Anggota
            Manfaat yang diperoleh anggota karena berkoperasi disebut juga “cooperative effect”.Manfaat dapat berupa peningkatan kemampuan ekonomi, organisasi/manajemen, pendidikan dan lain-lain. Manfaat diperoleh karena efisiensi dan efektivitas bermoral, yang diciptakan koperasi yaitu melalui penghimpunan kekuatan (dalam bentuk manajemen, dana/modal, keterampilan, kapasitas produksi/skala ekonomi, posisi tawar dan lain-lain). Bahasan berikut ini bertujuan untuk lebih menjelaskan pengertian manfaat produksi dan efisiensi.

6.1              Koperasi produsen
            Berdasarkan pada Model Sosio Koperasi Produsen, efisiensi dan efektivitas bermoral, berikut ini dirumuskan manfaat yang diberikan koperasi. Manfaat itu terjadi adalah pada kegiatan dalam koperasi (dalam sistem) dan pemasaran (luar sistem).
            Efisiensi pada koperasi produsen terjadi karena terciptanya penurunan/pengurangan komponen-komponen biaya produksi pada subsistem (baik pada anggota maupun pada perusahaan koperasi), efisiensi gerakan bahan/barang jadi/setengah jadi dalam sistem (internal sistem) dan saluran distribusi (luar sistem). Akibat efisiensi dalam dan luar, harga bahan baku menjadi rendah, harga jual tinggi, mudah dalam memperoleh bahan baku dan penyaluran produk untuk dijual. Jadi manfaat (F) yang diperoleh anggota fungsi dari:
a.       Harga bahan (hb)
b.      Kemudahan pengadaan (kb)
c.       Skala ekonomi/kapasitas produksi (kp)
d.      Harga jual (hj)
e.       Kemudahan penyaluran (kj)
f.       Daya saing produk (ds), maka manfaat F = f (hb, kb, ds, hj, kp, kj)

            Efektivitas terjadi karena kegiatan menggunakan sumber daya yang ada sebanyak mungkin dengan mutu yang sebaik mungkin.


6.2              Koperasi Produksi
            Efisiensi pada koperasi produksi terjadi karena terciptanya penurunan komponen biaya produksi dan gerakan bahan/ barang setengah jadi/jadi dalam sistem, efisiensi luar (pengadaan dan penjualan), sedangkan efektif karena dpa menggunakan sumber daya seoptimal mungkin. Prinsip efisiensi yang diterapkan pada pekerja (anggota) adalah efisiensi bermoral yaitu peningkatan efisiensi dengan tidak memasukkan gaji pekerja dalam komponen biaya variabel. Manfaat menjadi anggota koperasi terlihat pada gaji. Jadi manfaat (F) berkoperasi adalah:
a.       Gaji adalah suatu nilai yang didapat dari hasil pembahasan secara demokrasi pada rapat anggota/rapat khusus (R), jadi anggota mengetahui bagaimana menetapkan gaji yang diperolehnya.
b.      Gaji (G) tidak dimasukkan sebagai biaya variabel (BV).
c.       Efisiensi faktor-faktor produksi (tidak memasukkan biaya tenaga kerja sebagai komponen efisiensi) dalam berproduksi (Ef), serta efisiensi dann efektif bermoral (Ee).
d.      Selain gaji juga mendapat SHU (S). Jadi manfaat menjadi anggota berkoperasi (F) = f (R, S).

7.     Kegiatan Sub-sistem
            Pada model organisasi sebagai sistem sosio-produsen dan produksi (model I, II, III, dan IV), digambarkan apa kegiatankomponen sistem aliran bahan dan informasi dalam sisitem koeprasi masukan-keluaran antar sub-sistem (stasiun kerja), umpan balik dalam dan luar sistem. Kedua umpan balik (dalam dan luar sistem) adalah informasi tentang produk yang dihasilkan anggota dan konsumen. Pembahasan lebih rinci adalah sebagai berikut:

7.1              Koperasi Produsen
Pada koeprasi produsen, proses produksi pada usaha anggota kegiatan usaha anggota dinyatakan sebagai stasiun kerja dari suatu pabrik (manufaktur) koperasi. Stasiun kerja adalah usaha-usaha/pabrik-pabrik kecil milik anggota sebagai sub-sistem dari sebuah pabrik perusahaan koperasi yang lebih luas. Kegiatan proses produksi pada usaha anggota harus efisien dan efektif (yang bermoral) serta menerapkan manajemen operasi/operasional. Aliran proses produksi antara usaha anggota dan koperasi harus jelas. Apa yang harus dikerjakan anggota dan apa pula yang dikerjakan perusahaan koperasi.
Koperasi produsen berdasarkan tempat kegiatan produksi dilakukan dapat pula dibedakan atas:
1.      Koperasi produsen, tidak terdapat unit kegiatan produksi pada perusahaan koperasi (sebut jenis pertama).
2.      Koperasi produsen, terdapat unit kegiatan produksi pada perusahaan koperasi (sebut jenis kedua)

            Pada koperasi jenis pertama, kegiatan perusahaan koperasi sebagai sub-sistem, lebih ditekankan pada perencanaan, pengendalian dan koordinasi. Ketentuan ini ditetapkan karena perusahaan koperasi berada di bagian depan dari sistem koperasi terhadap lingkungan luar (balik sebagai menerima masukan dan/atau mengeluarkan keluaran) terutama kegiatan pelayanan kepada anggota berupa:
1.      Masukan sistem, materi dan informasi, energi dan nilai melalui perusahaan koperasi.
2.      Kegiatan dalam sistem dapat dibedakan atas:
Ø  Yang dilakukan perusahaan koperasi meliputi peramalan, pengadaan dan penjadwalan, pengaturan gerakan aliran bahan dan/atau produk setengah jadi antar anggota dan perusahaan koperasi, perbengkelan, memberikan saran-saran mengenai pengerjaan komponen-komponen yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas usaha nggota, memberikan pemahaman tentang efisiensi dan efektivitas kerja yang bermoral, menyelenggarakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan usaha anggota, pemahaman tentang budaya berkoperasi.
Ø  Yang dilakukan anggota, proses produksi/kegiatan mentrasformasikan masukan menjadi keluaran dalam sistem (menghasilkan) barang setengah jadi atau barang jadi).
3.      Keluaran sistem, materi (produk), informasi (mengenai produk anggota), nilai/budaya berkoperasi melalui perusahaan koperasi.
4.      Umpan balik (“feed back”), informasi berupa komentar mengenai produk (mutu, harga, dan jumlah) yang dihasilkan dari masyarakat/konsumen.

Anggota (produsen) sebagai sub-sistem dari sistem koperasi, malakukan kegiatan produksi dan mengatur diri sendiri dalam:
1.      Menghasilkan produk (jadi dan setengah jadi), yang dijadikan bahan utama dan/atau penunjang pada usaha anggota yang lain (pelanggan dalam).
2.      Peningkatan manfaat/daya guna atau merakit produk setengah jadi dari anggota-anggota yang lain (pelanggan dalam.
3.      Menggunakan prinsip-prinsip manajemen operasional (pada usaha anggota).
4.      Melakukan efisiensi dan efektivitas bermoral dalam kegiatan produksi (pada usha anggota).

Pada koperasi produsen jenis kedua, perusahaan koperasi selain melakukan perencanaan, pengendalian dan koordinasi, pada kegiatan dalam sistem terdapat unit kegiatan/proses produksi yang disepakati dalam rapat anggota. Unit kegiatan produksi ini kegiatannya dengan berupa proses produksi di awal, di tengah dan/atau di akhir:
1.      Di awal, bisa berbentuk  pengolahan bahan baku utama,
2.      Di tengah, pengerjaan barang setengah jadi, dan
3.      Di akhir, bisa berupa merakit, peningkatan mutu (grading/sortasi), pengolahan akhir, pengkemasan dan laun-lain.

            Pada koperasi produsen jenis kedua yaitu kegiatan masukan, kegiatan dalam sistem yang dilaksanakan perusahaan koperasi, keluaran sistem dan umpan balik sama dengan yang dilaksanakan jenis pertama.
            Karena pada koperasi produsen diterapkan konsep sistem produksi (baik untyuk jenis pertama maupun kedua), maka pergerakan bahan material atau barang setengah jadi antara stasiun kerja digunakan konsep “material handling”. Untuk menjalin semua kegiatan dalam sistem, berkenaan dengan persedian barang setengah jadi di antara stasiun kerja digunakan sistem kanban. Suzaki, 1987: 146-159).

7.2              Koperasi Produksi
Proses produksi koperasi produksi, pada perusahaan koperasi, anggota (pekerja) melakukan kegiatan produksi pada stasiun kerja perusahaan koperasi. Anggota memelihara peralatan tersebut dalam keseharian pekerjaan. Anggota pulalah yang mengatahui secara rinci peralatan yang dipakai/dipegang, bila diganti komponennya, apakah dapat diperbaiki sendiri atau dikerjakan oleh orang lain (diupahkan). Ketidakhadiran anggota dalam melakukan kegiatan produksi seperti nangkir atau sakit bekerja/keluar/berhenti, sama artinya sebuah mesin/peralatan tidak beroperasi/dipebaiki/rusak, atau bekerja dengan tidak baik artinya mutu produk akan rendah. Anggota adalah pelaku utama dalam melaksanakan kegiatan proses produksi. Maju mundur koperasi terletak ditangan anggota.
Bila didekati dengan masukan, proses dan keluaran, maka:
·         Masukan adalah materi, energi, informasi dan nilai (secara rinci lihat kembali pada koperasi produsen).
·         Proses, kegiatan mentransformasikan masukan menjadi keluaran. Kegiatan itu dilakukan pada unit kerja/stasiun kerja/depatemen pada perusaahaan koperasi oleh anggota.
·         Keluaran, adalah materi, informasi dan nilai/budaya berkoperasi.
·         Umpan balik, adalah informasi mengenai mutu, harga dan jumlah produk yang dihasilkan dari masyarakat/konsumen.

Pada koperasi produksi, penyelenggaraan pendidikan/pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan/pemahaman anggota mengenai perkoperasian dna manajemen operasi/operasional, pemahaman tentang mutu produk, waktu kerja standar, dan lain-lain, tetap dilakukan sebagaimana pada koperasi produsen.
            Koperasi produsen dapat berubah menjadi koperasi produksi bila peralatan/mesin anggota (produsen) dipindahkan ke perusahaan koperasi dan para produsen bekerja pada perusahaan koperasi sebagai pekerja.
            Terlihat dari uraian di atas berbagai kegiatan yang harus dilakukan koperasi produsen dan produksi, diantaranya masukan, kegiatan dalam sistem, proses produksi, keluaran dna umpan balik. Kegiatan tersebut tentu harus ditunjang dengan kepengurusan yang berpengetahuan luas dan professional. Bila kepengurusan tidak memenuhi ketentuan itu organisasi koperasi akan lamban gerakannya atau jalan di tempat, bahkan mati.

Ahad, 26 Mei 2013

Indikator Kinerja Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan Koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Koperasi juga diharapkan dapat berperan serta dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Berdasarkan S.K Menteri Keuangan RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi yang dicapai dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan.
Kinerja menjadi ukuran prestasi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali disamakan dengan kondisi keuangan perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran keuangan mampu memberikan hasil yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik saham perusahaan itu maupun bagi karyawannya. (Munawir, 2002:73).
Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Penilaian kinerja menurut Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam organisasi. Sedangkan Zamkhani (1990) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut, penilaian kinerja merupakan salah satu komponen dasar dari manajemen kinerja. Ukuran kinerja didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan (Hansen & Mowen, 1995: 375).
Tujuan pokok dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam usaha untuk mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil seperti yang diinginkan (Mulyadi, 2001:416). Standar perilaku tersebut bisa berupa kebijakan manajemen ataupun rencana formal yang nantinya dituangkan dalam anggaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja tersebut dilakukan untuk menilai perilaku yang tidak semestinya dilakukan dan untuk merangsang timbulnya perilaku yang semestinya dilakukan. Rangsangan timbulnya perilaku yang semestinya dapat dilakukan dengan memberikan reward atas hasil kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar (ekstern). Sistem pengukuran kinerja mempunyai peranan penting dalam fungsi-fungsi manajemen organisasi seperti pengendalian mamajemen, manajemen aktivitas, dan sistem motivasi (Atkinson Antony A, 1995:235). Sistem pengukuran kinerja berperan pula dalam usaha-usaha pencapaian keselarasan tujuan (goal congruence) dalam konteks wewenang dan tanggung jawab. Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen berbasis aktivitas, pengukuran kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai tambah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai keberhasilan perusahaan, penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Seorang manajer juga bisa menggunakan penilaian kinerja perusahaan sebagai evaluasi kerja dari periode yang lalu (Hansen & Mowen, 1995:386-387).
Proses pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap
persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418),
1. Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci, yaitu :
a. Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab,Perbaikan kinerja harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini dipakai sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai oleh manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat pertanggungjawaban.
b. Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja Penetapan kriteria kinerja manajer perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Dapat diukur atau tidaknya kriteria,
2. Rentang waktu sumber daya dan biaya,
3. Bobot yang diperhitungkan atas kriteria,
4. Tipe kriteria yang digunakan dan aspek yang ditimbulkan.

c. Pengukuran kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan kegiatan yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya ataupun menyimpang yaitu perataan (smoothing), pencondongan (biasing), permainan (gaming), penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and illegal act).
2. Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci (Mulyadi,2001:424)
a. Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga dapat direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya tindakan/perilaku yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk menegakkan perilaku tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.
Sayangnya, cita-cita yang mulia tersebut belum termanifestasi dalam tataran praktis. Beberapa penyimpangan, disadari atau tidak disadari, justru sering dilakukan oleh para pengurus dan pengelola yang semestinya membangun dan mengembangkan koperasi. Berbagai kebijakan dan prosedur formal didesaian dengan sangat birokratik sehingga justru mengurangi kinerja. Sebagai akibatnya, masyarakat yang menjadi anggota koperasi menjadi apatis dan menilai keberadaan koperasi tidak menolong kesulitan mereka.
Pengurus diberi amanah (trusteeship) oleh para anggota untuk mengelola koperasi sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mereka bertanggung jawab melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Dengan begitu, pengurus koperasi dituntut mempunyai kemampuan dan keterampilan manajerial yang memadai. Selain itu, mereka juga harus mempunyai sense   of   public   service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan masyarakat yang dilandasi oleh rasa pengabdian yang mendalam. Sebagai salah satu perangkat koperasi, pengurus ibarat nahkoda kapal yang harus piawai dalam menghadapai badai sehingga membuat para penumpang merasa aman sampai di tempat tujuan. Namun demikian, harapan tersebut nampaknya saat ini masih belum terwujud. Hal ini paling tidak bisa dilihat dari menurunnya rata-rata tingkat kinerja koperasi yang ada di Indonesia. Volume usaha koperasi pada tahun 1998 dengan jumlah koperasi sebanyak 52.458 unit mencapai Rp.19.543 milyar, selanjutnya pada tahun 2000  dengan jumlah koperasi lebih dari 100.000 unit, volume usaha koperasi justru menurun menjadi Rp.14.643 milyar. Memang penurunan volume usaha ini bukan semata-mata disebabkan oleh pengurus koperasi dan tidak semua pengurus koperasi mempunyai kinerja yang rendah.  Namun, setidaknya hal ini menjadi pemicu untuk mengkaji ulang dan media pembelajaran dalam rangka perbaikan kinerja masa datang.
Jika dicermati, ada beberapa kemungkinan penyebab penurunan kinerja pengurus koperasi..  Pertama, masih kuatnya budaya nepostisme yang secara tidak sadar diyakini sebagai wujud azas kekeluargaan. Nepotisme ini mengakibatkan pengangkatan, pemilihan dan pemberian amanah kepada pengurus dan atau pegawai kurang mempertimbangkan kompetensi sehingga kapabilitas mereka rendah. Kedua, belum adanya performance measure (ukuran prestasi) para pengurus koperasi secara jelas. Jika tidak dirumuskan ukuran dan standar prestasi yang jelas, bagaimana bisa diketahui bahwa si pengurus berhasil dan gagal. Ketiga, masih rendahnya profesionalisme dan spesialisasi tugas. Dengan alasan efisiensi tenaga kerja, sering seorang pengurus koperasi harus merangkap pekerjaan sehingga justru semua pekerjaan tidak ada yang diselesaikan secara optimal. Keempat, lambannya proses adopsi dan adaptasi teknologi maju. Ketertinggalan sebagian koperasi dalam menerapkan teknologi maju menyebabkan kegiatan operasi tidak efisien, tidak produktif dan sistem informasi kurang relevan.
Untuk memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya kongkrit. Pertama, penegakan disiplin harus dilaksanakan secara maksimal. Hal ini salah satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan punishment atas kesalahan yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi. Hendaknya disadari bahwa pengurus koperasi, baik secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, berkewajiban menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Semua aktivitas pengurus yang telah diberi amanah mengelola koperasi (agent) harus dipertanggungjawabkan di depan para anggota sebagai pihak pemberi amanah (principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus dijadikan wahana evaluasi hasil kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai wujud akuntabilitas. Namun, gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika  hubungan pengurus dengan anggota bukan merupakan hubungan agent dengan principal. Meskipun Koperasi berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para pengurus tidak bisa ditempuh secara “kekeluargaan” dengan memberikan toleransi yang tinggi atas penyimpangan yang dilakukan pengurus. Mekanisme reward and punishment terhadap pengurus harus diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran dasar dan kriteria kinerja yang jelas.
Kedua, Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan tatacara perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis maupun administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas usaha sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh kepentingan birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk bisa berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan partisipasi aktif seluruh anggota.   Jangan sampai mereka hanya namanya saja yang tercantum sebagai anggota, tetapi tidak pernah berpartisipasi karena rumitnya prosedur baku koperasi. Bureaucracy reengineering semestinya segera dilakukan dalam rangka memicu peningkatan kinerja para pengurus dan atau pegawai koperasi.
Ketiga, Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan oleh peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi. Cita-cita mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, harus diterjemahkan secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi. Budaya yang terbentuk sering menyimpang dari misi sebuah koperasi karena sebagian pengurus berusaha hanya meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan bukan kesejahteraan anggota lainnya apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset) pengurus seperti ini berorientasi jangka pendek dan secara organisasi merugikan koperasi itu sendiri.
Keempat, koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban pengurus pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan birokrasi tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi kebutuhan dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada umumnya pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja yang harus dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah bagaimana agar laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar anggota koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya saing ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka seringkali tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus tidak bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan kepada masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak langsung membutuhkan jasa koperasi.
Kelima, berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan prinsip-prinsip perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus mengikuti seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa  direkrut karyawan yang benar-benar kompeten dan trampil secara professional. Mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan) yang umumnya masih kental diterapkan pada lingkungan koperasi harus segera diganti dengan mekanisme pasar (sistem insentif) yang cukup fleksibel mengikuti dinamika pasar.
Keenam, penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu meningkatkan kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa menghindar dari kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan pengurus serta pegawai harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak gagap teknologi. Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para pengurus untuk eksis dan selalu berkembang.
Masih banyak upaya lain dalam meningkatkan kinerja koperasi yang bisa digali dari keunikan organisasi masing-masing. Upaya ini sebaiknya dilakukan dengan identifikasi terlebih dahulu Critical Success Factors (faktor keberhasilan utama), yaitu suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja sebuah koperasi sesuai tujuan yang akan dicapai. Area CSF ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Suatu CSF dapat digunakan sebagai indikator kinerja atau masukan dalam menetapkan indikator kinerja. Identifikasi terhadap CSF dapat dilakukan terhadap berbagai faktor misalnya potensi yang dimiliki koperasi, kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya, dana, sarana-prasarana, regulasi atau kebijakan koperasi, dan sebagainya. Untuk memperoleh CSF yang tepat dan relevan maka CSF harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap bentuk usaha koperasi mempunyai CSF yang berbeda-beda karena sangat tergantung pada unsur-unsur apa dari koperasi tersebut yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan. CSF sebuah koperasi misalnya (1) sumber daya manusia yang dimiliki oleh koperasi yang profesional, jujur dan berdedikasi tinggi, (2) jaringan kerjasama dengan sumber daya intern dan ekstern, (3) sistem informasi dan teknologi yang mendukung pengembangan usaha koperasi dan (4) dukungan dari masyarakat untuk pengembangan koperasi di masa datang. Akhirnya selamat berjuang, maju terus Koperasi Indonesia.