Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan
Koperasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Koperasi juga diharapkan
dapat berperan serta dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional, serta berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan
perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
Kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang
yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.
Berdasarkan S.K Menteri Keuangan RI No.740/KMK.00/1989, kinerja adalah prestasi
yang dicapai dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan.
Kinerja menjadi
ukuran prestasi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dapat dilakukan.
Oleh karena itu, istilah kinerja perusahaan kerap kali disamakan dengan kondisi
keuangan perusahaan yang dengan pengukuranpengukuran keuangan mampu memberikan
hasil yang memuaskan setidak-tidaknya bagi pemilik saham perusahaan itu maupun
bagi karyawannya. (Munawir, 2002:73).
Pengukuran
kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001:416). Penilaian
kinerja menurut Yuwono (2002), adalah tindakan penilaian yang dilakukan
terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam organisasi.
Sedangkan Zamkhani (1990) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai berikut,
penilaian kinerja merupakan salah satu komponen dasar dari manajemen kinerja.
Ukuran kinerja didesain untuk menilai seberapa baik aktivitas dan dapat
mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan (Hansen
& Mowen, 1995: 375).
Tujuan pokok
dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam usaha untuk
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
agar membuahkan tindakan dan hasil seperti yang diinginkan (Mulyadi, 2001:416).
Standar perilaku tersebut bisa berupa kebijakan manajemen ataupun rencana
formal yang nantinya dituangkan dalam anggaran yang ditetapkan oleh perusahaan.
Penilaian kinerja tersebut dilakukan untuk menilai perilaku yang tidak
semestinya dilakukan dan untuk merangsang timbulnya perilaku yang semestinya
dilakukan. Rangsangan timbulnya perilaku yang semestinya dapat dilakukan dengan
memberikan reward atas hasil kinerja yang baik. Penilaian kinerja dapat
dilaksanakan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri (intern) atau pihak luar
(ekstern). Sistem pengukuran kinerja mempunyai peranan penting dalam
fungsi-fungsi manajemen organisasi seperti pengendalian mamajemen, manajemen
aktivitas, dan sistem motivasi (Atkinson Antony A, 1995:235). Sistem
pengukuran kinerja berperan pula dalam usaha-usaha pencapaian keselarasan
tujuan (goal congruence) dalam konteks wewenang dan tanggung jawab.
Pengembangan lebih lanjut dalam manajemen berbasis aktivitas, pengukuran
kinerja dirancang untuk mengurangi kegiatan yang tidak mempunyai nilai tambah
dan mengoptimalkan kegiatan yang mempunyai nilai tambah. Pengukuran kinerja
merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai keberhasilan perusahaan,
penilaian kinerja juga sebagai dasar untuk menentukan sistem imbalan dalam
perusahaan, misalnya penentuan tingkat gaji karyawan maupun reward yang
layak. Seorang manajer juga bisa menggunakan penilaian kinerja perusahaan
sebagai evaluasi kerja dari periode yang lalu (Hansen & Mowen,
1995:386-387).
Proses
pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap
persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001: 418),
1. Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci,
yaitu :
a. Penentuan
daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab,Perbaikan kinerja
harus diawali dengan penetapan garis batas tanggung jawab yang jelas bagi
manajer yang akan dinilai kinerjanya. Batas tanggung jawab yang jelas ini
dipakai sebagai dasar untuk menetapkan sasaran atau standar yang harus dicapai
oleh manajer yang akan diukur kinerjanya. Tiga hal yang berkaitan dengan daerah
pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab, yaitu kriteria penetapan
tanggung jawab, tipe pusat pertanggungjawaban, karakteristik pusat
pertanggungjawaban.
b. Penetapan
kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja Penetapan kriteria kinerja manajer
perlu dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Dapat diukur atau tidaknya kriteria,
2. Rentang waktu sumber daya dan biaya,
3. Bobot yang diperhitungkan atas kriteria,
4. Tipe kriteria yang digunakan dan aspek yang
ditimbulkan.
c. Pengukuran
kinerja sesungguhnya Langkah berikutnya dalam pengukuran kinerja adalah
melakukan kinerja bagian atas aktivitas sesungguhnya, yang menjadi daerah
wewenang manajer tersebut. Pengukuran kinerja tampak obyektif dan merupakan kegiatan
yang rutin, namun seringkali memicu timbulnya perilaku yang tidak semestinya
ataupun menyimpang yaitu perataan (smoothing), pencondongan (biasing),
permainan (gaming), penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and
illegal act).
2. Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci
(Mulyadi,2001:424)
a. Pembandingan
kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, penilaian
kinerja tersebut dijelaskan, hasil pengukuran kinerja secara periodik kemudian
dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Penentuan
penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam
standar, Penyimpangan kinerja sesungguhnya dari sasaran yang telah ditetapkan
perlu dianalisis untuk menentukan penyebab terjadinya penyimpangan, sehingga dapat
direncanakan tindakan untuk mengatasinya.
c. Penegakan
perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku
yang tidak dinginkan Tahap terakhir dalam pengukuran kinerja adalah tindakan
koreksi untuk menegakkan perilaku yang dinginkan dan mencegah terulangnya tindakan/perilaku
yang tidak diinginkan. Penilaian kinerja ditujukan untuk menegakkan perilaku
tertentu dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.
Sayangnya, cita-cita yang mulia tersebut
belum termanifestasi dalam tataran praktis. Beberapa penyimpangan, disadari
atau tidak disadari, justru sering dilakukan oleh para pengurus dan pengelola
yang semestinya membangun dan mengembangkan koperasi. Berbagai kebijakan dan
prosedur formal didesaian dengan sangat birokratik sehingga justru mengurangi
kinerja. Sebagai akibatnya, masyarakat yang menjadi anggota koperasi menjadi
apatis dan menilai keberadaan koperasi tidak menolong kesulitan mereka.
Pengurus
diberi amanah (trusteeship) oleh para anggota untuk mengelola koperasi sehingga
tercapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Mereka bertanggung jawab
melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai
dengan keputusan Rapat Anggota. Dengan begitu, pengurus koperasi dituntut
mempunyai kemampuan dan keterampilan manajerial yang memadai. Selain itu, mereka
juga harus mempunyai sense of public
service, yaitu kesadaran untuk memberikan layanan masyarakat yang
dilandasi oleh rasa pengabdian yang mendalam. Sebagai salah satu perangkat
koperasi, pengurus ibarat nahkoda kapal yang harus piawai dalam menghadapai
badai sehingga membuat para penumpang merasa aman sampai di tempat tujuan.
Namun demikian, harapan tersebut nampaknya saat ini masih belum terwujud. Hal
ini paling tidak bisa dilihat dari menurunnya rata-rata tingkat kinerja
koperasi yang ada di Indonesia. Volume usaha koperasi pada tahun 1998 dengan
jumlah koperasi sebanyak 52.458 unit mencapai Rp.19.543 milyar, selanjutnya
pada tahun 2000 dengan jumlah koperasi
lebih dari 100.000 unit, volume usaha koperasi justru menurun menjadi Rp.14.643
milyar. Memang penurunan volume usaha ini bukan semata-mata disebabkan oleh
pengurus koperasi dan tidak semua pengurus koperasi mempunyai kinerja yang
rendah. Namun, setidaknya hal ini
menjadi pemicu untuk mengkaji ulang dan media pembelajaran dalam rangka
perbaikan kinerja masa datang.
Jika
dicermati, ada beberapa kemungkinan penyebab penurunan kinerja pengurus
koperasi.. Pertama, masih kuatnya budaya
nepostisme yang secara tidak sadar diyakini sebagai wujud azas kekeluargaan.
Nepotisme ini mengakibatkan pengangkatan, pemilihan dan pemberian amanah kepada
pengurus dan atau pegawai kurang mempertimbangkan kompetensi sehingga
kapabilitas mereka rendah. Kedua, belum adanya performance measure (ukuran
prestasi) para pengurus koperasi secara jelas. Jika tidak dirumuskan ukuran dan
standar prestasi yang jelas, bagaimana bisa diketahui bahwa si pengurus
berhasil dan gagal. Ketiga, masih rendahnya profesionalisme dan spesialisasi
tugas. Dengan alasan efisiensi tenaga kerja, sering seorang pengurus koperasi
harus merangkap pekerjaan sehingga justru semua pekerjaan tidak ada yang
diselesaikan secara optimal. Keempat, lambannya proses adopsi dan adaptasi
teknologi maju. Ketertinggalan sebagian koperasi dalam menerapkan teknologi
maju menyebabkan kegiatan operasi tidak efisien, tidak produktif dan sistem
informasi kurang relevan.
Untuk
memperbaiki kinerja pengurus koperasi dibutuhkan beberapa upaya kongkrit.
Pertama, penegakan disiplin harus dilaksanakan secara maksimal. Hal ini salah
satunya ditandai dengan kejelasan akan sanksi dan punishment atas kesalahan
yang diperbuat oleh oknum pengurus koperasi. Hendaknya disadari bahwa pengurus
koperasi, baik secara bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, berkewajiban
menanggung kerugian yang diderita koperasi, karena tindakan yang dilakukan
dengan kesengajaan dan kelalaiannya, dan apabila dilakukan dengan kesengajaan,
tidak menutup kemungkinan bagi Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan. Semua
aktivitas pengurus yang telah diberi amanah mengelola koperasi (agent) harus
dipertanggungjawabkan di depan para anggota sebagai pihak pemberi amanah
(principal). Rapat Anggota Tahunan (RAT) harus dijadikan wahana evaluasi hasil
kinerja tahunan para pengurus koperasi sebagai wujud akuntabilitas. Namun,
gagasan tersebut mungkin terlalu ideal jika
hubungan pengurus dengan anggota bukan merupakan hubungan agent dengan
principal. Meskipun Koperasi berazas kekeluargaan, pertanggungjawaban para
pengurus tidak bisa ditempuh secara “kekeluargaan” dengan memberikan toleransi
yang tinggi atas penyimpangan yang dilakukan pengurus. Mekanisme reward and
punishment terhadap pengurus harus diperbaiki dengan berlandaskan pada anggaran
dasar dan kriteria kinerja yang jelas.
Kedua,
Birokrasi yang berbelit-belit seharusnya dipangkas. Prosedur dan tatacara
perizinan, pelaporan maupun pertanggungjawaban, baik secara teknis maupun
administratif yang terlalu panjang sering justru mematikan kreatifitas usaha
sehingga menurunkan kinerja. Bila kreativitas usaha dihambat oleh kepentingan
birokrasi, maka besar kemungkinan koperasi tersebut sulit untuk bisa
berkembang. Eksistensi sebuah koperasi juga membutuhkan dukungan dan
partisipasi aktif seluruh anggota.
Jangan sampai mereka hanya namanya saja yang tercantum sebagai anggota,
tetapi tidak pernah berpartisipasi karena rumitnya prosedur baku koperasi.
Bureaucracy reengineering semestinya segera dilakukan dalam rangka memicu
peningkatan kinerja para pengurus dan atau pegawai koperasi.
Ketiga,
Menumbuhkan budaya berdasarkan Misi. Mengubah koperasi yang digerakkan oleh
peraturan dan birokrasi menjadi koperasi yang digerakkan oleh misi. Cita-cita
mulia dari pendirian sebuah koperasi yaitu membangun dan mengembangkan potensi
dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, harus diterjemahkan
secara kongkrit dalam bentuk budaya organisasi. Budaya yang terbentuk sering
menyimpang dari misi sebuah koperasi karena sebagian pengurus berusaha hanya
meningkatkan kesejahteraan kelompoknya dan bukan kesejahteraan anggota lainnya
apalagi masyarakat. Pola pikir (mindset) pengurus seperti ini berorientasi
jangka pendek dan secara organisasi merugikan koperasi itu sendiri.
Keempat,
koperasi berorientasi pada anggota dan masyarakat. Pertanggungjawaban pengurus
pada saat RAT mestinya bukan sekedar untuk memenuhi kepentingan birokrasi
tetapi penilaian terhadap seberapa berhasil para pengurus memenuhi kebutuhan
dan harapan anggota atau masyarakat selain anggota koperasi. Pada umumnya
pengurus koperasi salah dalam mengidentifikasikan variabel apa saja yang harus
dipertanggungjawabkan pada saat RAT. Orientasi pengurus adalah bagaimana agar
laporan pertanggungjawabannya dapat diterima oleh sebagian besar anggota
koperasi meskipun dalam jangka panjang kemungkinan bisa mengurangi daya saing
ekternal. Dalam kondisi seperti ini, pengurus akan memenuhi semua kebutuhan dan
keinginan birokrasi, sedangkan pada masyarakat dan bisnis, mereka seringkali
tidak care. Selayaknya, pengurus koperasi mengidentifikasikan siapa pelanggan
yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti pengurus tidak
bertanggungjawab pada anggota, tetapi sebaliknya, mereka menciptakan sistem
pertanggungjawaban ganda (dual accountability): kepada anggota dan kepada
masyarakat atau pelanggan lain yang secara langsung maupun tidak langsung
membutuhkan jasa koperasi.
Kelima,
berorientasi pada mekanisme pasar. Koperasi harus mengembangkan prinsip-prinsip
perusahaan dan pasar secara maksimal. Penerimaan pegawai harus mengikuti
seleksi ketat sesuai kemampuannya masing-masing sehingga bisa direkrut karyawan yang benar-benar kompeten
dan trampil secara professional. Mekanisme administratif (sistem prosedur dan
pemaksaan) yang umumnya masih kental diterapkan pada lingkungan koperasi harus
segera diganti dengan mekanisme pasar (sistem insentif) yang cukup fleksibel
mengikuti dinamika pasar.
Keenam,
penerapan teknologi maju. Computerized system terbukti mampu meningkatkan
kinerja operasional suatu usaha sehingga koperasi tidak bisa menghindar dari
kondisi dinamis seperti ini. Pelatihan dan pemberdayaan pengurus serta pegawai
harus dilakukan secara terus menerus agar mereka tidak gagap teknologi.
Kompetisi harus menjadi sarana untuk memicu inovasi para pengurus untuk eksis
dan selalu berkembang.
Masih
banyak upaya lain dalam meningkatkan kinerja koperasi yang bisa digali dari
keunikan organisasi masing-masing. Upaya ini sebaiknya dilakukan dengan
identifikasi terlebih dahulu Critical Success Factors (faktor keberhasilan
utama), yaitu suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja sebuah
koperasi sesuai tujuan yang akan dicapai. Area CSF ini menggambarkan preferensi
manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan
nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Suatu CSF dapat digunakan sebagai
indikator kinerja atau masukan dalam menetapkan indikator kinerja. Identifikasi
terhadap CSF dapat dilakukan terhadap berbagai faktor misalnya potensi yang
dimiliki koperasi, kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya,
dana, sarana-prasarana, regulasi atau kebijakan koperasi, dan sebagainya. Untuk
memperoleh CSF yang tepat dan relevan maka CSF harus secara konsisten mengikuti
perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap bentuk usaha koperasi mempunyai
CSF yang berbeda-beda karena sangat tergantung pada unsur-unsur apa dari
koperasi tersebut yang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam
pencapaian tujuan. CSF sebuah koperasi misalnya (1) sumber daya manusia yang
dimiliki oleh koperasi yang profesional, jujur dan berdedikasi tinggi, (2) jaringan
kerjasama dengan sumber daya intern dan ekstern, (3) sistem informasi dan
teknologi yang mendukung pengembangan usaha koperasi dan (4) dukungan dari
masyarakat untuk pengembangan koperasi di masa datang. Akhirnya selamat
berjuang, maju terus Koperasi Indonesia.
trimaksih :)
BalasPadamTerima kasih tulisannya, minta ijin untuk referensi ya
BalasPadamterima kasih atas bantuannya, namun sebisa mungkin di cantumkan sumber dari mana asal tulisan-tulisan ini agar bisa memberikan refrensi buku atau kutipan yang digunakan.
BalasPadamwww.infourmasi.com
terima kasih atas bantuannya, namun sebisa mungkin di cantumkan sumber dari mana asal tulisan-tulisan ini agar bisa memberikan refrensi buku atau kutipan yang digunakan.
BalasPadamwww.infourmasi.com
Mau minta reference nya mba:(
BalasPadam